Sabtu, 21 Februari 2015

UU No. 27 Tahun 2007 direvisi?


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Badan Informasi Geospasial (BIG) mencatat negara Indonesia memiliki 13.466 pulau pada tahun 2014 dan memiliki wilayah pesisir sekitar 95.161 kilometer sehingga tak heran jika 60% masyarakat Indonesia hidup dan beraktivitas dikawasan pesisir. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah pesisir merupakan daerah penting bagi masyarakat Indonesia. Maka dari itu, dibuatlah Undang-Undang yang mengatur tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP-PPK) yakni UU No.27 Tahun 2007.

UU No. 27 Tahun 2007 (UU PWP-PPK) yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 26 Juni 2007 kemudian mendapatkan gugatan dari 9 organisasi masyarakat sipil dan 27 nelayan tradisional. Gugatan tersebut dimotori oleh organisasi KIARA (Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan). Penggugat merasa bahwa Hak Pengusahaan Perairan Pesisir atau biasa disebut HP-3 yang diatur di dalam UU PWP-PPK bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan diperggunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dalam UU PWP-PPK menyebutkan bahwa HP-3 adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yng mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. HP-3 dapat menyebabkan privatisasi sehingga berpotensi terjadinya pengusiran kepada nelayan, hal tersebut yang menjadi kekhawatiran para nelayan.

Selain itu, HP-3 dapat dijadikan jaminan hutang dengan jaminan fidusia sehingga berpotensi terjadinya kriminalisasi dan jual-beli hak. Subyek dari HP-3 adalah orang perseorangan warga Negara Indonesia, badan hukum dan masyarakat adat (Pasal 18 UU No. 27 Tahun 2007). Hal tersebut yang menyebabkan UU No. 27 tahun 2007 direvisi menjadi UU No.1 Tahun 2014 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Ada tiga pokok bahasan yang diubah dalam UU PWP-PPK, yakni 1. Penghapusan seluruh pasal yang berkaitan tentang HP-3 dan digantikan menjadi sistem perizinan, 2. Pengalihan pengelolaan kawasan konservasi laut yang selama ini dikelola oleh Kementrian Kehutanan (Kemenhut) kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan 3. Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan perencanaan pengelolaan perairan pesisir. Selain itu 3 pokok hal tersebut, perubahan dibeberapa pasal terjadi dengan tujuan untuk memperbaiki ejaan dan makna untuk penegasan terhadap sesuatu yang disebutkan dalam pasal tersebut.

Berikut adalah daftar perubahan dan pasal-pasal yang mengalami perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007 pada UU No. 1 Tahun 2014:

  1. Pada pasal 1 mengalamai 14 perubahan ayat/angka dan 2 tambahan ayat/angka dari 44 angka/ayat. Yang berubah adalah angka 1, angka 17, angka 18,  angka  19,  angka 23, angka 26, angka 28,  angka 29,  angka 30,  angka 31,  angka 32, angka 33, angka 38, dan angka 44. Sedangkan di antara angka 18 dan angka 19 disisipkan  1 (satu) angka yakni angka 18A, serta di antara angka 27  dan angka 28 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 27APerubahan pada pasal 1 berisi tentang definisi-definisi yang berkaitan dengan pengolahan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
  2. Pasal 14 terdapat 2 perubahan ayat dari 7 ayat yakni ayat 1 dan ayat 7. Perubahan tersebut mengenai subyek yang berhak ikut serta dalam perencanaan RSWP-3-K, RZWP-3-K,  RPWP-3-K, dan  RAPWP-3-K.
  3. Judul Bagian Kesatu pada Bab V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kesatu Izin. Perubahan ini terjadi karena pada Bab V UU No. 27 Tahun 2007 membahas tentang HP-3 sehingga seluruh isi Bab V dilakukan perubahan. Bab V terdiri dari pasal 16 sampai pasal 22.
  4. Pasal 16 mengalami perubahan seluruhnya dari 2 ayat.
  5. Pasal 17 mengalami perubahan seluruhnya menjadi 4 ayat.
  6. Pasal 18 mengalami perubahan seluruhnya dari 1 ayat
  7. Pasal 19 mengalami perubahan seluruhnya dari 3 ayat.
  8. Pasal 20 mengalami perubahan seluruhnya menjadi 2 ayat.
  9. Pasal 21 mengalami perubahan seluruhnya menjadi 2 ayat.
  10. Pasal 22 mengalami perubahan seluruhnya menjadi 2 ayat.
  11. Penambahan pasal antara Pasal 22 & 23. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 3 (tiga) pasal,  yakni Pasal 22A, Pasal 22B,  dan Pasal 22C. Pasal tersebut membahas mengenai subyek Izin Pengelolaan dan tata cara yang berkaitan untuk mendapatkan izin tersebut.
  12. Pasal 23 mengalami perubahan seluruhnya menjadi 3 ayat dari 7 ayat. Ayat yang bersangkutan dengan HP-3 dihapuskan. Pasal ini membahas tentang aturan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya.
  13. Penambahan pasal antara Pasal 26 & 27. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 26A. Pasal ini mengatur tentang penanaman modal asing untuk pemanfaatan perairan pulau-pulau kecil dan perairan.
  14. Pasal 30 mengalami perubahan seluruhnya dengan menambah 4 pasal. Pasal ini membahas mengenai fungsi zona.
  15. Pasal 50 mengalami perubahan seluruhnya dari 3 ayat. Pasal ini mengatur tentang subyek yang berhak memberikan izin pengelolaan.
  16. Pasal 51 mengalami perubahan seluruhnya dari 2 ayat. Pasal ini membahas tentang penetapan dan pencabutan izin pengelolaan.
  17. Pasal 60 mengalami perubahan seluruhnya dari 2 ayat. Di dalam pasal ini mengatur tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
  18. Pasal 63 ayat 2 mengalami perubahan dari total 4 ayat yang terdapat pada pasal ini. Pasal ini mengatur tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendorong kegiatan usaha masyarakat.
  19. Pasal 71 mengalami perubahan seluruhnya. Pasal ini mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran izin pengelolaan.
  20. Pasal 75 mengalami perubahan seluruhnya. Pasal ini mengatur tentang sanksi pidana dan denda jika ada pelanggaran terhadap izin pengelolaan.
  21. Penambahan pasal antara Pasal 75 & 76. Di antara Pasal 75 dan Pasal 76 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 75A yang mengatur tentang sanksi pidana dan denda terhadap orang atau badan hukum yang tidak memiliki izin pengelolaan.
  22. Penambahan pasal antara Pasal 78 & 79. Di antara Pasal 78 dan Pasal 79 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 78A dan Pasal 78B penyesuaian izin dan kawasan konservasi yang sudah berjalan sesuai Undang-Undang sebelumnya.

Pada UU No. 1 Tahun 2014 hanya berisi pasal-pasal yang mengalami perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007 sedangkan pasal yang tidak mengalami perubahan tidak dicantumkan sehingga dalam menilik UU PWP-PPK perlu membuka dua UU sekaligus yakni UU No. 27 Tahun 2007 dan revisinya yakni UU No. 1 Tahun 2014.

Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)
Catatan:
  1. Tulisan ini masih dalam proses pembelajaran. Jika ada kesalahan pada tulisan ini mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.
  2. Tulisan ini mengacu pada UU No. 27 Tahun 2007 http://www.bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/3.pdf dan UU No 1 Tahun 2014 http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-undang-nomor-1-tahun-2014-4280

Tidak ada komentar:

Posting Komentar