Pada awalnya, Indonesia yang
merupakan negara “bekas jajahan” Belanda menganut sistem laut teritorial 3 mil
dari garis pangkal setiap pulau. Mengingat bahwa wilayah kedaulatan Indonesia
tersusun atas ribuan pulau, sistem laut teritorial 3 mil tersebut di rasa dapat
membahayakan kedaulatan Indonesia. Perdana menteri Djoeanda Kartawidjaja
mengusulkan para diplomatnya yakni Mochtar Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi
Sumardiman (Surveyor), Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga Napitupulu, Zuhdi
Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda untuk berunding mengenai
klaim Indonesia mengenai kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi
perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia di Konvensi PBB
tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Deklarasi Djuanda tersebut harus
melewati proses negosiasi yang alot selama 9 tahun untuk dapat diterima oleh
semua negara. Salah satu gagasan yang muncul dalam proses negosiasi itu
adalah Archipelagic Principle yang diusung oleh Mochtar
Kusumaatmadja. Selain itu, peraturan mengenai laut teritorial meluas menjadi 12
mil dari garis pangkal pulau dan Zone
Ekonomi Eksklusif (ZEE) menjadi 200 mil. Konsep negara kepulauan
sendiri baru disetujui oleh mayoritas negara-negara di dunia pada 10 Desember
1982 pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS III). Tidak hanya konsep
negara kepulauan saja yang disetujui, namun juga mengenai ZEE. Lebih dari itu,
konsep negara kepulauan juga dimasukkan sebagai bagian dari Konvensi Hukum Laut
PBB.
Berdasarkan
UNCLOS III, tidak hanya negara kepulauan yang mendapatkan hak atas laut
teritorial 12 mil dan ZEE 200 mil dari garis pangkal atau garis pantai, tapi
semua negara juga mendapatkan hak yang sama. Perbedaannya adalah letak garis
pangkal pada negara kepulauan terhitung dari pulau-pulau terluar sedangkan
negara lain terhitung dari masing-masing pulau. Lalu bagaimana jika jarak antar
negara tidak lebih dari 400 mil yang berarti ada wilayah laut ZEE yang tumpang
tindih? Perlu dilakukan penetapan batas maritim antar negara tersebut sesuai dengan
peraturan pada UNCLOS III. Indonesia sudah mulai menetapkan batas maritim sejak
tahun 1969 dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Sejak itu,
beberapa batas maritim juga disepakati dengan India, Thailand, Singapura,
Vietnam, Papua Nugini, Australia, dan Filipina, meskipun belum
tuntas. Sementara itu belum ada batas maritim yang disepakati dengan Palau dan
Timor Leste.
Perkembangan
penetapan batas maritim antara Indonesia dengan negara-negara tetangga memerlukan waktu yang lama. Menurut saya, hal
ini disebabkan alotnya proses diplomasi antar dua negara pada tahap alokasi
oleh arsitek batas karena pada tahap penentuan batas ini melibatkan politik
didalamnya. Salah satu contoh nyata adalah belum terselesaikannya penetapan
batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia. Kepentingan politik memang
tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan batas maritim karena menyangkut
kedaulatan kedua negara. Namun lambatnya proses penetapan batas maritim dapat
memicu konflik karena adanya klaim yang berbeda atas wilayah laut tertentu oleh
kedua negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar