Senin, 07 Desember 2015

Secuplik Proses Batas Maritim Indonesia


Pada awalnya, Indonesia yang merupakan negara “bekas jajahan” Belanda menganut sistem laut teritorial 3 mil dari garis pangkal setiap pulau. Mengingat bahwa wilayah kedaulatan Indonesia tersusun atas ribuan pulau, sistem laut teritorial 3 mil tersebut di rasa dapat membahayakan kedaulatan Indonesia. Perdana menteri Djoeanda Kartawidjaja mengusulkan para diplomatnya yakni Mochtar Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi Sumardiman (Surveyor), Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga Napitupulu, Zuhdi Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda untuk berunding mengenai klaim Indonesia mengenai kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia di Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Deklarasi Djuanda tersebut harus melewati proses negosiasi yang alot selama 9 tahun untuk dapat diterima oleh semua negara. Salah satu gagasan yang muncul dalam proses negosiasi itu adalah Archipelagic Principle yang diusung oleh Mochtar Kusumaatmadja. Selain itu, peraturan mengenai laut teritorial meluas menjadi 12 mil dari garis pangkal pulau dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) menjadi 200 mil. Konsep negara kepulauan sendiri baru disetujui oleh mayoritas negara-negara di dunia pada 10 Desember 1982 pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS III). Tidak hanya konsep negara kepulauan saja yang disetujui, namun juga mengenai ZEE. Lebih dari itu, konsep negara kepulauan juga dimasukkan sebagai bagian dari Konvensi Hukum Laut PBB.

Berdasarkan UNCLOS III, tidak hanya negara kepulauan yang mendapatkan hak atas laut teritorial 12 mil dan ZEE 200 mil dari garis pangkal atau garis pantai, tapi semua negara juga mendapatkan hak yang sama. Perbedaannya adalah letak garis pangkal pada negara kepulauan terhitung dari pulau-pulau terluar sedangkan negara lain terhitung dari masing-masing pulau. Lalu bagaimana jika jarak antar negara tidak lebih dari 400 mil yang berarti ada wilayah laut ZEE yang tumpang tindih? Perlu dilakukan penetapan batas maritim antar negara tersebut sesuai dengan peraturan pada UNCLOS III. Indonesia sudah mulai menetapkan batas maritim sejak tahun 1969 dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Sejak itu, beberapa batas maritim juga disepakati dengan India, Thailand, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, Australia,  dan Filipina, meskipun belum tuntas. Sementara itu belum ada batas maritim yang disepakati dengan Palau dan Timor Leste.


Perkembangan penetapan batas maritim antara Indonesia dengan negara-negara tetangga  memerlukan waktu yang lama. Menurut saya, hal ini disebabkan alotnya proses diplomasi antar dua negara pada tahap alokasi oleh arsitek batas karena pada tahap penentuan batas ini melibatkan politik didalamnya. Salah satu contoh nyata adalah belum terselesaikannya penetapan batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia. Kepentingan politik memang tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan batas maritim karena menyangkut kedaulatan kedua negara. Namun lambatnya proses penetapan batas maritim dapat memicu konflik karena adanya klaim yang berbeda atas wilayah laut tertentu oleh kedua negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar