Poros maritim dunia, mendengar
kalimat itu seperti tidak asing bagi kita. Namun sebenarnya apa itu poros
maritim? Mungkin kalimat itu sudah cukup sering diangkat oleh media massa
ketika kampanye calon presiden Indonesia tahun 2014, Joko Widodo, yang kini
telah menjabat menjadi presiden Republik Indonesia. Selama kampanye
Capres-Cawapres ia mengungkapkan akan membawa Indonesia menjadi negara Poros
Maritim Dunia, dan kembali ditegaskan ketika pidato perdananya sesaat setelah
ia disumpah sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Dihadapan
wakil rakyat dan pejabat negara Indonesia, serta kepala negara dan utusan
khusus negara sahabat, Joko Widodo menyampaikan pesan politik, bahwa geopolitik
Indonesia di bawah masa kepemimpinannya adalah maritim.
Tidak dijelaskan secara gamblang
apa yang dimaksud poros maritim dunia oleh Joko Widodo, namun ada beberapa
pendapat yang mengatakan bahwa Poros Maritim Dunia adalah menjadikan Indonesia
sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian
identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan
maritim, pemberdayaan seluruh potensi maritim demi kemakmuran bangsa,
pemerataan ekonomi Indonesia melalui tol laut, dan melaksanakan diplomasi maritim
dalam politik luar negeri Indonesia lima tahun kedepan. Sehingga dapat kita
mengerti, bahwa untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan mencakup praktek
dan proses pembangunan maritim di berbagai aspek, seperti politik,
sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi (Amelia).
Bagaimana caranya Indonesia dapat
menjadi negara poros maritim dunia? Dan apakah syaratnya? Sebelum itu, perlu
kita lihat bagaimana kondisi maritim Indonesia sekarang ini ditinjau dari
beberapa aspek, yakni :
1. Posisi
Geografi Indonesia
Sebagai negara dengan garis
pantai terpanjang keempat di dunia, Indonesia belum memanfaatkan potensi
maritimnya dengan baik. Terbukti dengan jumlah pelabuhan kita yang masih
relatif sedikit untuk negara yang memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km.
Sebagai perbandingan, panjang pantai Jepang adalah 34.000 km dan memiliki satu
pelabuhan perikanan di setiap 11 km garis pantai. Kemudian Thailand memiliki
satu pelabuhan perikanan setiap 50 km garis pantai. Jauh terbelakang dari kedua
negara ini, Indonesia hanya memiliki satu saja pelabuhan perikanan untuk setiap
4.500 km garis pantai (Wibowo, 2014). Padahal idealnya, Indonesia seharusnya
memiliki satu pelabuhan untuk setiap 40 km (Sumakul, 2014).
Indonesia sesungguhnya sangat
beruntung. Alfred Thayer Mahan berpendapat bahwa negara yang berbatasan dengan
daratan tidak lebih baik dari negara yang langsung mengarah ke laut.
Pemanfaatan posisi geografi secara bijak dan konsisten tidak hanya
menguntungkan militer, tetapi juga meningkatkan pendapatan dan kekayaan suatu
negara.
Posisi Indonesia yang terletak di
silang dunia dimana memberikan kemudahan bagi Indonesia untuk menuju ke arah
manapun – timur, barat, utara, selatan – . Selain memberikan kemudahan akses
untuk mengekspor produksinya, letak geografis ini juga dapat dimanfaatkan
Indonesia untuk menyediakan jasa angkut dan pelabuhan bagi kapal-kapal yang
lewat. Dengan mengembangkan industri baru berbasis maritim akan menawarkan
peluang ekonomi yang sangat besar bagi investor dan perbankan (Robert, 2014).
Dan tentu saja perlu diingat, bahwa maritim tidak sematamata seputar perikanan,
perkapalan, dan pelabuhan. Tapi, melebihi itu, maritim mencakup beragam aspek
berharga lainnya untuk menunjang kemakmuran Indonesia, seperti pariwisata, energi
baru dan terbarukan (energi angin lepas pantai dan pasang surut gelombang),
bioteknologi, farmasi, dan kosmetik (ibid.).
2. Jumlah
Populasi dan Karakter Bangsa
Indonesia adalah negara dengan
jumlah populasi terbesar di bumi setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Dari segi power ini menguntungkan Indonesia karena memiliki tenaga kerja yang
banyak tanpa harus mendatangkan imigran demi memenuhi kebutuhan tersebut. Namun,
bukan hanya jumlah populasi yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan maritim.
Akan tetapi, banyaknya populasi yang mengacu pada kekuatan laut, yang tersedia
untuk bekerja di perkapalan, termasuk pula hal-hal yang berkaitan dengan
Angkatan Laut.
Setelah sekian lama terbiasa di
darat dan tidak terbiasa dengan besarnya ombak di laut lepas, pembangunan
sumber daya manusia di bidang maritim harus mulai dikembangkan oleh pemerintah
jika ingin memajukan maritim Indonesia. Saat ini belum banyak universitas yang
memiliki fakultas kelautan yang lulusannya diharapkan dapat menjadi masyarakat
maritim kedepannya. Akademi yang mendidik para pelaut di Indonesia juga hanya
berjumlah 48. Jumlah tersebut masih terbilang sedikit untuk mengembangkan Poros
Maritim Dunia.
Membiasakan budaya maritim dalam
jati diri Indonesia akan sangat sulit untuk dilakukan. Mahan mengatakan,
kecenderungan untuk berdagang dan kebutuhan untuk memproduksi sesuatu untuk
diperdagangkan adalah karakter nasional yang sangat penting dalam mengembangkan
maritim power. Keengganan untuk melaut dan ketakutan terhadap laut menghalangi
orang untuk mencari kekayaan melalui jalur perdagangan laut. Mencari kemakmuran
dengan cara lain (diluar melaut) tidak akan menjadikan suatu negara sebagai maritim
power. Namun, apabila ingin menjadi Poros Maritim Dunia, adalah mustahil
apabila enggan membangun budaya berani melaut.
Namun keberanian saja tidak
cukup, tanpa adanya kemampuan untuk berbuat demikian. Jumlah nelayan di
Indonesia memang banyak. Tetapi, mereka juga memiliki kendala untuk dapat
melaut hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dimana di kawasan inilah justru
banyak terdapat ikan-ikan berkualitas baik dan bernilai jual tinggi.
Ketidakmampuan melaut hingga ZEE ini bukan hanya dikarenakan keterbatasan fisik
yang tidak kuat menahan terjangan ombak, tetapi juga sulitnya mendapatkan solar
bersubsidi atau pembatasan pembelian BBM. Hal ini menyebabkan nelayan tidak
bisa melaut dan tidak dapat menjangkau perairan yang jauh. Kapal tangkap ikan
nelayan Indonesia masih bertekhnologi rendah sehingga kalah bersaing dibandingkan
kapal-kapal negara lain.
Begitu beruntungnya Indonesia
karena memiliki letak geografis dan jumlah penduduk yang banyak dapat
mempermudah Indonesia untuk menjadi negara poros maritim dunia. Namun, peran
pemerintah tak luput memiliki andil yang besar. Melalui kebijakannya,
pemerintah dapat mendukung pertumbuhan industri maritime dan mendorong
masyarakat untuk mencari keuntungan dari laut.
Untuk mencapai cita-cita Poros
Maritim Dunia tentu tidak akan mudah. Terutama bagi Indonesia yang sudah
berpuluh tahun berorientasi ke darat, komitmen untuk mengelola kekayaan
maritime dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan
dan hambatan yang kebanyakan diantaranya mungkin sekali muncul dari internal
Indonesia. Selama ini Indonesia belum pernah mencoba membangun secara komprehensif dan
berkelanjutan ekonomi maritime. Sehingga Indonesia belum pernah menikmati
keuntungan dari maritime, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat
internasional (Amelia). Belajar dari negara-negara maritime besar, jaminan
diperolehnya power – entah dari aspek ekonomi, politik, atau keduanya – bagi
Indonesia melalui pembangunan Poros
Maritim Dunia kemungkinan sekali tercapai. Tinggal bagaimana Indonesia
menghadapi dan menyelesaikan hal-hal yang menghambat realisasi tersebut. Semoga
Indonesia dapat menjadi negara maritim dan sekaligus menjadi poros maritim
dunia, seperti visi presiden kita kini, Joko Widodo.
Rizki Iman Sari
(12/333727/TK/40070)
Nb :
- artikel ini masih dalam tahap pembelajaran, jika ada kelasalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.
- referensi artikel : Amelia Rahmawaty, "Peran Poros Maritim Dunia Dalam Meningkatkan Pengaruh Indonesia di Tingkat Internasional"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar