Sabtu, 07 Maret 2015

Harapan Menjadi Negara Poros Maritim Dunia

  Poros maritim dunia, mendengar kalimat itu seperti tidak asing bagi kita. Namun sebenarnya apa itu poros maritim? Mungkin kalimat itu sudah cukup sering diangkat oleh media massa ketika kampanye calon presiden Indonesia tahun 2014, Joko Widodo, yang kini telah menjabat menjadi presiden Republik Indonesia. Selama kampanye Capres-Cawapres ia mengungkapkan akan membawa Indonesia menjadi negara Poros Maritim Dunia, dan kembali ditegaskan ketika pidato perdananya sesaat setelah ia disumpah sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Dihadapan wakil rakyat dan pejabat negara Indonesia, serta kepala negara dan utusan khusus negara sahabat, Joko Widodo menyampaikan pesan politik, bahwa geopolitik Indonesia di bawah masa kepemimpinannya adalah maritim.

  Tidak dijelaskan secara gamblang apa yang dimaksud poros maritim dunia oleh Joko Widodo, namun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Poros Maritim Dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, pemberdayaan seluruh potensi maritim demi kemakmuran bangsa, pemerataan ekonomi Indonesia melalui tol laut, dan melaksanakan diplomasi maritim dalam politik luar negeri Indonesia lima tahun kedepan. Sehingga dapat kita mengerti, bahwa untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan mencakup praktek dan proses pembangunan maritim di berbagai aspek, seperti politik, sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan terutama sekali ekonomi (Amelia).

  Bagaimana caranya Indonesia dapat menjadi negara poros maritim dunia? Dan apakah syaratnya? Sebelum itu, perlu kita lihat bagaimana kondisi maritim Indonesia sekarang ini ditinjau dari beberapa aspek, yakni :

1.       Posisi Geografi Indonesia
  Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, Indonesia belum memanfaatkan potensi maritimnya dengan baik. Terbukti dengan jumlah pelabuhan kita yang masih relatif sedikit untuk negara yang memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km. Sebagai perbandingan, panjang pantai Jepang adalah 34.000 km dan memiliki satu pelabuhan perikanan di setiap 11 km garis pantai. Kemudian Thailand memiliki satu pelabuhan perikanan setiap 50 km garis pantai. Jauh terbelakang dari kedua negara ini, Indonesia hanya memiliki satu saja pelabuhan perikanan untuk setiap 4.500 km garis pantai (Wibowo, 2014). Padahal idealnya, Indonesia seharusnya memiliki satu pelabuhan untuk setiap 40 km (Sumakul, 2014).

  Indonesia sesungguhnya sangat beruntung. Alfred Thayer Mahan berpendapat bahwa negara yang berbatasan dengan daratan tidak lebih baik dari negara yang langsung mengarah ke laut. Pemanfaatan posisi geografi secara bijak dan konsisten tidak hanya menguntungkan militer, tetapi juga meningkatkan pendapatan dan kekayaan suatu negara.

  Posisi Indonesia yang terletak di silang dunia dimana memberikan kemudahan bagi Indonesia untuk menuju ke arah manapun – timur, barat, utara, selatan – . Selain memberikan kemudahan akses untuk mengekspor produksinya, letak geografis ini juga dapat dimanfaatkan Indonesia untuk menyediakan jasa angkut dan pelabuhan bagi kapal-kapal yang lewat. Dengan mengembangkan industri baru berbasis maritim akan menawarkan peluang ekonomi yang sangat besar bagi investor dan perbankan (Robert, 2014). Dan tentu saja perlu diingat, bahwa maritim tidak sematamata seputar perikanan, perkapalan, dan pelabuhan. Tapi, melebihi itu, maritim mencakup beragam aspek berharga lainnya untuk menunjang kemakmuran Indonesia, seperti pariwisata, energi baru dan terbarukan (energi angin lepas pantai dan pasang surut gelombang), bioteknologi, farmasi, dan kosmetik (ibid.).

2.       Jumlah Populasi dan Karakter Bangsa
  Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbesar di bumi setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari segi power ini menguntungkan Indonesia karena memiliki tenaga kerja yang banyak tanpa harus mendatangkan imigran demi memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, bukan hanya jumlah populasi yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan maritim. Akan tetapi, banyaknya populasi yang mengacu pada kekuatan laut, yang tersedia untuk bekerja di perkapalan, termasuk pula hal-hal yang berkaitan dengan Angkatan Laut.

  Setelah sekian lama terbiasa di darat dan tidak terbiasa dengan besarnya ombak di laut lepas, pembangunan sumber daya manusia di bidang maritim harus mulai dikembangkan oleh pemerintah jika ingin memajukan maritim Indonesia. Saat ini belum banyak universitas yang memiliki fakultas kelautan yang lulusannya diharapkan dapat menjadi masyarakat maritim kedepannya. Akademi yang mendidik para pelaut di Indonesia juga hanya berjumlah 48. Jumlah tersebut masih terbilang sedikit untuk mengembangkan Poros Maritim Dunia.

  Membiasakan budaya maritim dalam jati diri Indonesia akan sangat sulit untuk dilakukan. Mahan mengatakan, kecenderungan untuk berdagang dan kebutuhan untuk memproduksi sesuatu untuk diperdagangkan adalah karakter nasional yang sangat penting dalam mengembangkan maritim power. Keengganan untuk melaut dan ketakutan terhadap laut menghalangi orang untuk mencari kekayaan melalui jalur perdagangan laut. Mencari kemakmuran dengan cara lain (diluar melaut) tidak akan menjadikan suatu negara sebagai maritim power. Namun, apabila ingin menjadi Poros Maritim Dunia, adalah mustahil apabila enggan membangun budaya berani melaut.

  Namun keberanian saja tidak cukup, tanpa adanya kemampuan untuk berbuat demikian. Jumlah nelayan di Indonesia memang banyak. Tetapi, mereka juga memiliki kendala untuk dapat melaut hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dimana di kawasan inilah justru banyak terdapat ikan-ikan berkualitas baik dan bernilai jual tinggi. Ketidakmampuan melaut hingga ZEE ini bukan hanya dikarenakan keterbatasan fisik yang tidak kuat menahan terjangan ombak, tetapi juga sulitnya mendapatkan solar bersubsidi atau pembatasan pembelian BBM. Hal ini menyebabkan nelayan tidak bisa melaut dan tidak dapat menjangkau perairan yang jauh. Kapal tangkap ikan nelayan Indonesia masih bertekhnologi rendah sehingga kalah bersaing dibandingkan kapal-kapal negara lain.

  Begitu beruntungnya Indonesia karena memiliki letak geografis dan jumlah penduduk yang banyak dapat mempermudah Indonesia untuk menjadi negara poros maritim dunia. Namun, peran pemerintah tak luput memiliki andil yang besar. Melalui kebijakannya, pemerintah dapat mendukung pertumbuhan industri maritime dan mendorong masyarakat untuk mencari keuntungan dari laut.

  Untuk mencapai cita-cita Poros Maritim Dunia tentu tidak akan mudah. Terutama bagi Indonesia yang sudah berpuluh tahun berorientasi ke darat, komitmen untuk mengelola kekayaan maritime dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan dan hambatan yang kebanyakan diantaranya mungkin sekali muncul dari internal Indonesia. Selama ini Indonesia belum pernah mencoba  membangun secara komprehensif dan berkelanjutan ekonomi maritime. Sehingga Indonesia belum pernah menikmati keuntungan dari maritime, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat internasional (Amelia). Belajar dari negara-negara maritime besar, jaminan diperolehnya power – entah dari aspek ekonomi, politik, atau keduanya – bagi Indonesia melalui  pembangunan Poros Maritim Dunia kemungkinan sekali tercapai. Tinggal bagaimana Indonesia menghadapi dan menyelesaikan hal-hal yang menghambat realisasi tersebut. Semoga Indonesia dapat menjadi negara maritim dan sekaligus menjadi poros maritim dunia, seperti visi presiden kita kini, Joko Widodo.


Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)

Nb :
  1. artikel ini masih dalam tahap pembelajaran, jika ada kelasalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.
  2. referensi artikel : Amelia Rahmawaty, "Peran Poros Maritim Dunia Dalam Meningkatkan Pengaruh Indonesia di Tingkat Internasional"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar