Jumat, 25 Desember 2015

HEBOH BATAS MARITIM DI MEDIA SOSIAL


Warisan berharga merupakan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi dan letak geografis Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki laut yang luas hingga 75% dari luas negara dan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Hal itu membuat Indonesia menyandang predikat sebagai negara bahari. Kata maritim mulai muncul dan sering dibicarakan setelah terpilihnya Joko Widodo sebagai presiden Indonesia tahun 2014. Jokowi, begitu panggilan akrabnya, mengusung visi misi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Poros maritim dunia yang dimaksud adalah Indonesia yang memiliki letak geografis strategis dalam jalur pelayaran dunia harus mampu memanfaatkan dan mengelola laut dengan sebaik mungkin. Seiring dengan upaya kabinet Jokowi mewujudkan visi misinya, perhatian masyarakat mulai terpaku pada batas maritim Indonesia.
Isu batas maritim mulai hangat dibicarakan setelah adanya peledakan kapal asing pencuri ikan di perairan wilayah Pulau Anambas. Peledakan tersebut merupakan perintah langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan kabinet Jokowi, Susi Pudjiastuti, sebagai salah satu upaya menjaga kedaulatan NKRI. Opini masyarakat bermunculan atas peledakan tersebut dan menyebabkan pemberitaan mengenai batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga kembali bermunculan.
Kebebasan dalam berpendapat dalam media sosial memberikan efek pada pemberitaan batas maritim. Isu batas maritim menjadi hiperbolis, bahkan opini yang kurang berlandaskan pada fakta menyebar luas. Hal itu menyebabkan rancunya informasi yang diserap oleh masyarakat umum mengenai kondisi batas maritim Indonesia yang sebenarnya. Sebagai contoh kasus sengketa Ambalat antara Indonesia dan Malaysia beberapa tahun silam. Akibat pemberitaan yang kurang tepat, masyarakat menjadi emosi dan menyatakan keinginan untuk perang melawan Malaysia. Beberapa masyarakat bahkan berniat untuk pergi ke Ambalat demi memperjuangkan kedaulatan. Sayangnya Ambalat merupakan kawasan penambangan dan pengelolaan minyak yang terletak di dasar laut.
Kasus lain yang sempat menghebohkan adalah isu tentang Indonesia kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan yang direbut oleh Malaysia. Isu tersebut tak kalah menggemparkan masyarakat dan membuat opini masyarakat ke Malaysia menjadi negatif. Hal tersebut mungkin saja merugikan pihak-pihak tertentu akibat opini masyarakat. Berdasarkan fakta yang diberikan oleh diplomat Indonesia, Arief Havas Oegroseno, Indonesia tidak kehilangan Pulau Sipadan dan Liditan melainkan gagal menambahkan kedua pulau tersebut.
Selain pemberitaan mengenai kasus sengketa, pemberitaan mengenai batas maritim dengan negara tetangga yang belum terselesaikan hingga saat inipun mencuat. Pemberitaan-pemberitaan tersebut mengangkat tentang leletnya kinerja pemerintah dalam melakukan penetapan batas maritim sehingga memicu munculnya sengketa. Pada teorinya, tahapan penetapan batas matirim terbagi menjadi 4 yakni alokasi, delimitasi, demarkasi dan administrasi menejemen. Dari keempat tahapan itu, pemerintah yang berwenang berperan aktif dalam tahap alokasi. Tahap alokasi merupakan tahap penentuan batas secara politis dengan cara diplomasi antar negara. Diplomasi tersebut yang memerlukan waktu yang tidak menentu karena tergantung kepada keputusan masing-masing negara. Tahap alokasi tidak akan selesai sebelum kedua negara menemui kata sepakat dalam menentukan batas wilayah.

Pemberitaan tentang batas maritim yang salah di media sosial dapat merugikan. Maka dari itu masyarakat Indonesia harus lebih berhat-hati dalam menerima informasi. Selektif dalam menelan informasi dan disarankan untuk mengambil informasi dari situs yang terpercaya. Jangan sampai kebebasan media sosial membahayakan masyarakat akibat opini yang terbentuk.

Note:
Artikel ini adalah opini pribadi untuk kepentingan tugas kuliah. jika ada kesalahan atau menyinggung pihak tertentu. Terimakasih

Senin, 07 Desember 2015

Secuplik Proses Batas Maritim Indonesia


Pada awalnya, Indonesia yang merupakan negara “bekas jajahan” Belanda menganut sistem laut teritorial 3 mil dari garis pangkal setiap pulau. Mengingat bahwa wilayah kedaulatan Indonesia tersusun atas ribuan pulau, sistem laut teritorial 3 mil tersebut di rasa dapat membahayakan kedaulatan Indonesia. Perdana menteri Djoeanda Kartawidjaja mengusulkan para diplomatnya yakni Mochtar Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi Sumardiman (Surveyor), Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga Napitupulu, Zuhdi Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda untuk berunding mengenai klaim Indonesia mengenai kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia di Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Deklarasi Djuanda tersebut harus melewati proses negosiasi yang alot selama 9 tahun untuk dapat diterima oleh semua negara. Salah satu gagasan yang muncul dalam proses negosiasi itu adalah Archipelagic Principle yang diusung oleh Mochtar Kusumaatmadja. Selain itu, peraturan mengenai laut teritorial meluas menjadi 12 mil dari garis pangkal pulau dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) menjadi 200 mil. Konsep negara kepulauan sendiri baru disetujui oleh mayoritas negara-negara di dunia pada 10 Desember 1982 pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS III). Tidak hanya konsep negara kepulauan saja yang disetujui, namun juga mengenai ZEE. Lebih dari itu, konsep negara kepulauan juga dimasukkan sebagai bagian dari Konvensi Hukum Laut PBB.

Berdasarkan UNCLOS III, tidak hanya negara kepulauan yang mendapatkan hak atas laut teritorial 12 mil dan ZEE 200 mil dari garis pangkal atau garis pantai, tapi semua negara juga mendapatkan hak yang sama. Perbedaannya adalah letak garis pangkal pada negara kepulauan terhitung dari pulau-pulau terluar sedangkan negara lain terhitung dari masing-masing pulau. Lalu bagaimana jika jarak antar negara tidak lebih dari 400 mil yang berarti ada wilayah laut ZEE yang tumpang tindih? Perlu dilakukan penetapan batas maritim antar negara tersebut sesuai dengan peraturan pada UNCLOS III. Indonesia sudah mulai menetapkan batas maritim sejak tahun 1969 dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Sejak itu, beberapa batas maritim juga disepakati dengan India, Thailand, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, Australia,  dan Filipina, meskipun belum tuntas. Sementara itu belum ada batas maritim yang disepakati dengan Palau dan Timor Leste.


Perkembangan penetapan batas maritim antara Indonesia dengan negara-negara tetangga  memerlukan waktu yang lama. Menurut saya, hal ini disebabkan alotnya proses diplomasi antar dua negara pada tahap alokasi oleh arsitek batas karena pada tahap penentuan batas ini melibatkan politik didalamnya. Salah satu contoh nyata adalah belum terselesaikannya penetapan batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia. Kepentingan politik memang tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan batas maritim karena menyangkut kedaulatan kedua negara. Namun lambatnya proses penetapan batas maritim dapat memicu konflik karena adanya klaim yang berbeda atas wilayah laut tertentu oleh kedua negara.

Jumat, 05 Juni 2015

Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pesisir

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya  alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Teknologi penginderaan  jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut.

Dalam pengelolaan wilayah pesisir, diperlukan teknologi serta data yang kontinyu untuk menggambarkan wilayah pesisir yang baik. Penggunaan teknologi Penginderaan Jauh (PJ) yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk memetakan dan mengetahui kondisi wilayah. Secara sederhana intergrasi antara penginderaan jauh dan SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau kondisinya.

Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap   obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). Sedangkan Sistem Informasi Geografi (SIG), adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Penginderaan jauh, citra foto, citra satelit dapat dimanfaatkan sebagai sumberdata lingkungan abiotik (sumberdaya alam), lingkungan biotik (flora dan fauna), serta lingkungan budaya (bentuk penggunaan lahan). Dalam citra penginderaan jauh terdapat banyak informasi yang dapat direkam antara lain untuk pendekatan ekologikal, pendekatan spasial, serta pendekatan kompleksitas kewilayahan.Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk perencanaan wilayah dapat melengkapi informasi peta yang sudah ada dan untuk menambahkan informasi terbaru, mengingat perkembangan suatu wilayah relatif berlangsung cepat sehingga sangat memerlukan data untuk monitoring dan evaluasi terhadap implementasi rencana tata ruang.

Pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG telah banyak dilakukan  dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti: aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pasir), zonasi kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa  pencemaran lingkungan perairan dan lain sebagainya.

Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dalam rangka untuk mengoptimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Informasi mengenai obyek yang terdapat pada suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit, kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan, informasi mengenai obyek tersebut diolah, dianalisa, diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk informasi spasial dan peta tematik tata ruang dengan menggunakan SIG.


sumber :
https://mbojo.wordpress.com/2008/12/24/perencanaan-pengelolaan-wilayah-pesisir-dengan-memanfaatkan-sistem-informasi-geografi-dan-data-penginderaan-jauh/
http://sisteminformasisumberdayaperairan.blogspot.com/2014/04/aplikasi-pengindraan-jarak-jauh-dalam.html?m=1

Senin, 25 Mei 2015

Negeri Ribuan Pulau


Kekayaan alam Indonesia sungguh besar, termasuk pada jumlah pulau yang menjadi penyusun negara tersebut sehingga tidak menjadi hal yang aneh jika Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut dengan negara kepulauan. Jumlah pulau di Indonesia berdasarkan hasil survei dan verifikasi terakhir oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi sekitar 13.847 pulau dan telah didaftarkan ke PBB untuk pengakuan formal.

Pulau
Menurut KBBI, Pulau adalah tanah (daratan) yang dikelilingi air (di laut, di sungai, atau di danau). Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS ’82) pasal 121 mendefinisikan pulau sebagai daratan yang terbentuk secara alami dan dikelilingi oleh air, dan selalu di atas muka air pada saat pasang naik tertinggi.

Dengan jumlah pulau hingga ribuan membuat Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Dari sekitar 13.487 pulau Indonesia, 13.466 pulau bernama termasuk kedalam klasifikasi pulau-pulau kecil. Apa itu pulau kecil?

Pulau Kecil
Pengertian pulau kecil menurut Undang-Undang  27 Tahun 2007 adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 M2 (dua ribu meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.  Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik  pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang  jelas  dan  terpencil  dari  habitat  pulau  induk,  sehingga  bersifat  insular;  mempunyai sejumlah  besar jenis endemik  dan keanekaragaman  yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi  hidroklimat;  memiliki daerah tangkapan  air (catchment  area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat  pulau-pulau  kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

Potensi dan Kendala
Sebagian besar pulau penyusun Indonesia merupakan pulau kecil yang memiliki potensi yang cukup besar sekaligus kendala yang cukup kompleks. Potensi yang terdapat pada pulau kecil dibedakan menjadi potensi terbarukan dan tak terbarukan.

·         Potensi terbarukan: Ekosistem khas tropis dengan produktivitas  hayati tinggi yaitu terumbu  karang (coral reef), padang lamun (seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut saling berinteraksi baik secara fisik, maupun dalam bentuk bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna,  dan  aktivitas  manusia.

·         Potensi tak terbarukan: Pertambangan dan energi kelautan serta jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya  yaitu sebagai kawasan berlangsungnya  kegiatan kepariwisataan, media komunikasi, kawasan rekreasi, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya.

Sedangkan kendala dalam pengelolaan pulau-pulau kecil antara lain:
·         Belum jelasnya definisi operasional pulau-pulau kecil
·         Kurangnya data dan informasi tentang pulau-pulau kecil
·         Kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap pengelolaan pulau-pulau kecil
·         Pertahanan dan  keamanan
·         Disparitas  perkembangan  sosial  ekonomi
·         Terbatasnya  sarana  dan prasarana dasar
·         Konflik kepentingan
·         Degradasi lingkungan hidup

Pulau Terluar
Dari 13.466 pulau kecil Indonesia, 92 pulau diantaranya menjadi pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.

Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :

1.       Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
2.       Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
3.       Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
4.       Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
5.       Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina
6.       Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
7.       Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
8.       Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
9.       Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
10.   Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia

Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)
TGD 2012 UGM
Catatan :
Artikel ini masih dalam proses pembelajaran, jika ada kesalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.
Referensi:

Minggu, 29 Maret 2015

Samudera Hindia Awal Poros Maritim Dunia untuk Indonesia


Samudera Hindia adalah Samudera terbesar ketiga di dunia, meliputi sekitar 20% permukaan air Bumi. Di utara dibatasi oleh selatan Asia, di barat oleh Jazirah Arabia dan Afrika, di timur oleh Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, dan Australia, di selatan oleh Antartika. Samudera ini dipisahkan dengan Samudera Atlantik oleh 20° timur meridian, dan dengan Samudera Pasifik oleh 147° timur meridian. Luas Samudera Hindia mencapai ± 73.481.000 km² dengan kedalaman rata-rata 3.850 m. Samudera ini terletak di sebelah Selatan Benua Asia, sebelah Barat Australia, sebelah Timur dan Selatan Afrika, serta berbatasan dengan Kutub Selatan.

Sebagian besar wilayah Samudera Hindia berada di belahan bumi Selatan. Satu-satunya Samudera yang seluruh wilayahnya berada di belahan bumi Timur. Wilayah perairannya berfungsi sebagai penyedia air hujan bagi gejala alam angin monsun untuk sebagian wilayah Asia dan Australia. Samudera Hindia memiliki arus yang relatif tenang dan jarang terjadi badai. Samudera Hindia memiliki beberapa palung laut, seperti Palung Jawa (7.450 m), Palung Weber (7.440 m), dan Palung Diamantina (7.102 m).

Dilihat dari kepentingan ekonomi, Samudera Hindia memiliki potensi yang sangat prospektif, diantaranya: pasar yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 milyar;sekitar 70% perdagangan dunia melewati kawasan ini; menyimpan sekitar 55% cadangan minyak dunia dan 40% cadangan gas dunia; memproduksi sekitar 1/3 produksi tuna dunia; serta menyimpan berbagai cadangan mineral yang bernilai ekonomis tinggi.

IORA

Samudera Hindia memiliki potensi yang begitu banyak dan menjadi penghubung benua Asia, Afrika serta Australia, hal inilah yang membuat negara-negara di sepanjang wilayah Samudera Hindia membentuk sebuah organisasi yang fokus pada pengelolaan perdagangan di Samudera Hindia. Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC) adalah satu-satunya organisasi regional yang menggandeng negara-negara di sepanjang wilayah Samudera Hindia. Organisasi ini digerakkan oleh tiga pilar yaitu akademisi, bisnis dan pemerintah. IOR-ARC merupakan organisasi yang keanggotaannya terdiri dari negara-negara yang berbatasan dengan laut India. Organisasi ini dideklarasikan di Mauritius pada bulan Maret 1997.

IORA beranggotakan 21 negara, diantaranya: Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius, Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.  Sementara dua Negara lainnya, yaitu Maldives dan Myanmar diharapkan dalam waktu dekat akan segera bergabung ke dalam IORA. Disamping itu IORA memiliki enam Negara mitra dialog, yaitu: Jepang, AS, Perancis, Inggris, Mesir, dan  China.

IOR-ARC bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dalam kawasan. Kerjasama dalam kerangka ini dikembangkan dalam tiga jalur utama yaitu:
1.         Akademisi melalui forum IOR-Academic Group (IORAG)
2.         Pengusaha melalui IOR-Business Forum (IOR-BF)
3.         Jalur kegiatan perdagangan dan investasi melalui Working Group on Trade and Investment (WGTI).

Sebagai sebuah organisasi inter-governmental, IORA memiliki tujuan utama mengembangkan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan. Sampai saat ini,  IORA tidak memiliki agenda kerjasama di bidang politik.

Indonesia sudah bergabung dengan IORA dari sejak awal didirikannya IORA, namun baru pada 2015 Indonesia akan menjadi ketua IORA untuk periode dua tahun (2015 – 2017). Menlu Retno L.P. Marsudi menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi ketua dalam perhimpunan asosiasi Negara-negara Samudera Hindia (IORA) pada akhir tahun 2015 ini. Direncanakan serah terima keketuaan IORA akan dilakukan dari Australia kepada Indonesia.

FASH

FASH/IOAF (Forum Akademis Samudera Hindia/Indian Ocean Academic Forum) dideklarasikan pada tanggal 22 April 2014, Tujuan didirikannya organisasi ini yaitu untuk mengembangkan pemikiran dan inovasi baru dalam bidang pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Samudera Hindia secara optimal dan berkelanjutan. Misi yang diemban adalah membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Samudera Hindia.

Pendirian IOAF ini erat kaitannya dengan ditetapkannya Indonesia akan menjadi Ketua Indian Ocean Rim Association (IORA) periode 2015-2017. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Luar Negeri, selaku focal point IORA tengah melakukan berbagai persiapan bagi kekuatan Indonesia pada IORA dimaksud, utamanya untuk mendorong kerjasama di enam bidang prioritas.

Enam bidang prioritas IORA itu, yakni keselamatan dan keamanan maritim, perdagangan dan investasi, manajemen perikanan, penanggulangan bencana, kerjasama akademik dan IPTEK, dan turisme serta pertukaran budaya.


Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan bahwa tema yang akan diangkat pada masa keketuaan Indonesia untuk Persatuan Negara-negara Pesisir Samudera Hindia (Indian Ocean Rim Association/IORA) akan disesuaikan dengan prioritas dan kepentingan nasional Indonesia. Dari enam prioritas itu, maka akan dicoba mana yang cocok dengan prioritas nasional Indonesia. Misalnya, penguatan poros maritim dunia ternyata cocok dengan prioritas IORA.

Diharapkan IOAF akan menjadi wadah bagi akademisi dalam mewujudkan upaya nyata mendorong program nasional "Menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia" yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo. Seperti yang sudah dikemukakan bahwa visi Presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai Negara maritim sangat terkait dengan kepentingan Indonesia di Samudera Hindia. Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, laut adalah masa depan bagi ekonomi Indonesia. Laut telah menyedia berbagai potensi seperti ikan, mineral, minyak, gas, dan lain-lain yang perlu digarap secara optimal bagi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.

Samudera Hindia menjadikan Indonesia secara geografis dan geo-strategis menjadi sangat penting dalam konteks kepentingan ekonomi dan juga pertahanan keamanan global. Hal ini sangat berkaitan dengan tujuan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia. Mungkin dimulai dari Samudera Hindia yang terletak dibagian barat Indonesia, perkembangan maritim Indonesia akan menjalar ke bagian timur sehingga terciptalah sebuah negara Indonesia yang menjadi poros maritim dunia.

Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)
TGD 2012 UGM

Catatan :
Artikel ini masih dalam proses pembelajaran, jika ada kesalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.

Daftar Pustaka:


Minggu, 22 Maret 2015

Sumber Daya Pesisir


  Berdasarkan pendekatan secara ekologis, wilayah pesisir (coastal zone) mencakup semua wilayah yang merupakan kawasan pertemuan antara daratan dan lautan, ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut atau sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, dan ke arah laut kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan  pencemaran.

  Wilayah pesisir tersebut mempunyai nilai yang strategis karena mengandung potensi sumber daya pesisir baik sumber daya hayati dan non hayati, serta jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat  pembangunan. Demikian pula rentan terhadap bencana alam yang kemungkinan dapat terjadi di wilayah pesisir yang berupa gelombang pasang (tsunami), banjir, erosi dan badai.

  Wilayah pesisir memiliki arti strategis, karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Di wilayah pesisir ini terdapat sumber daya pesisir berupa sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya pesisir tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk mengeksploitasinya dan  berbagai instansi berkepentingan untuk meregulasi pemanfaatannya. Sumber daya tersebut dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu :

1.       Sumber daya dapat pulih (renewable resources) seperti sumberdaya ikan, mangrove dan terumbu karang.
a.       Pasang Surut
Daerah yang terkena pasang surut itu brmacam – macam antara lain gisik, rataan pasang surut. Lumpur pasang surut, rawa payau, delta, rawa mangrove, dan padang rumput (sea grass beds). Rataan pasut adalah suatu mintakat pesisir yang pembentukannya beraneka, tetapi umumnya halus, pada rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang saling berhubungan dan sungai utamanya halus, dan masih labil. Artinya Lumpur tersebut dapat cepat berubah apabila terkena arus pasang. Pada umumnya rataan pasut telah bervegetasi tetapi belum terlalu rapat, sedangkan lumpur pasut belum bervegetasi.
b.      Estuaria
Menurut kamus (Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai yang besar. Batasan yang umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah suatu tubuh perairan pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan didalamnya ait laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi dari eustaria cukup banyak antara lain : merupakan daerah mencari ikan, tempat pembuangan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai industri dan tempat rekreasi.

c.       Hutan Mangrove
Hutan mangrove dapat diketemukan pada daerah yang berlumpur seperti pada rataan pusat, Lumpur pasut dan eustaria, pada mintakat litoral. Agihannya terutama di daerah tropis dan subtropis, hutan mangrove kaya tumbuhan yang hidup bermacam – macam, terdiri dari pohon dan semak yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Species mangrove cukup banyak 20 – 40 pada suatu area dan pada umumnya dapat tumbuh pada air payau dan air tawar. Fungsi dari mangrove antara lain sebagai perangkap sedimen dan mengurangi abrasi.

d.      Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun cukup baik pada perairan dangkal atau eustaria apabila sinar matahari cukup banyak. Habitanya berada terutama pada laut dangkal. Pertumbuhannya cepat kurang lebih 1.300 – 3.000 gr berat kering/m2/th. Padang lamun ini mempunya habitat dimana tempatnya bersuhu tropis atau subtropics. Ciri binatang yang hidup di padang lamun antara lain:
·         Yang hidup di daun lamun
·         Yang makan akar canopy daun
·         Yang bergerak di bawah canopy daun
·         Yang berlindung di daerah padang lamun

e.      Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem dengan tingkat keanekaragaman tinggi dimana di Wilayah Indonesia yang mempunyai sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan) merupakan ekosistem yang sangat kompleks. Dapat hidup pada kedalaman hingga 50 meter, memerlukan intensitas cahaya yang baik untuk dapat melakukan proses fotosintesis, salinitas 30-35ppt merupakan syarat batas untuk terumbu karang dapat hidup disuatu perairan. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal banyak biota, letaknya yang berada diujung/bibir pantai juga bermanfaat sebagai pemecah gelombang alami. Keindahannya dengan warna-warni ikan dan karang membuat terumbu karang dapat menjadi obyek wisata air, baik snorkeling ataupun selam.


2.       Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti sumberdaya mineral, pasir laut dan garam.


3.       Jasa lingkungan kelautan (enviromental services) seperti wisata bahari, transportasi laut dan energi kelautan seperti Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC)

4.       Benda berharga tenggelam.

  Wilayah pesisir terdapat berbagai ekosistem alami yang mempunyai fungsi masing-masing yang berlainan, yaitu misalnya hutan bakau, padang lamun, estuaria, delta, dan terumbu karang. Selain dimanfaatkan sebagai sumber daya alam pesisir, ekosistem tersebut juga mempunyai fungsi ekologis yang penting yaitu sebagai pelindung pantai, pengatur luapan banjir, sebagai tempat untuk mengendapnya sedimen atau bahan pencemar dan tempat berlindung serta  berkembangnya jenis-jenis biota yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Demikian pula ada yang berfungsi sebagai pengatur sumber air tawar dan rembesan air laut ke arah darat.

  Dipandang sebagai suatu “ruang”, wilayah pesisir merupakan wadah kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya, yang mengandung potensi sumber daya pesisir yang bersifat terbatas. Sebagai wadah, wilayah pesisir memang terbatas dalam hal besaran wilayahnya, sedangkan sebagai sumber daya terbatas mengenai daya dukungnya, dalam fungsinya untuk budidaya, besaran wilayah pesisir mengandung berbagi potensi pemanfaatan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi.

  Umumnya wilayah pesisir digunakan sebagai wadah berbagai aktivitas manusia dengan intensitas yang tinggi. Hal itu misalnya untuk permukiman, kawasan industri, pertanian, pertambakan, pelabuhan, rekreasi dan pariwisata,  pertambangan, pembangkit tenaga listrik, dan konservasi sumberdaya alam, dan di laut pantai digunakan untuk media pelayaran dan untuk penangkapan ikan, serta sumber daya alam hayati lainnya. Masing-masing kegiatan tersebut belum tentu dapat saling menguntungkan, bahkan justru dapat merugikan satu sama lain, karena itu wilayah pesisir di samping sebagai “pusat kegiatan” juga dapat menjadi “pusat konflik atau benturan” antara kepentingan sektor yang satu dengan sektor lainnya, oleh karena itu perlu dipertegas pada suatu pengaturan yang rigid mengatur masalah pesisir dan sumber dayanya untuk kepentingan masyarakat  pesisir pada khususnya.

Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)
TGD 2012 UGM

Catatan :
Artikel ini masih dalam proses pembelajaran, jika ada kesalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.

Daftar Pustaka:




Minggu, 15 Maret 2015

Indonesia Menyempit, Pulau Menghilang!



Sebagai negara yang memiliki pulau terbanyak dan secara otomatis juga memiliki garis pantai terpanjang, Indonesia beruntung karena memiliki banyak pantai dengan bermacam-macam struktur seperti pantai karang, pantai batu sampai pantai pasir yang paling sering digunakan sebagai tempat wisata masyarakat Indonesia. Namun, sangat disanyangkan bahwa semakin lama pantai-pantai di Indonesia mengalami abrasi yang dampaknya sangat mengkhawatirkan dan merugikan. Sedikitnya 40 prosen dari 81 ribu km pantai di Indonesia, rusak akibat abrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Abrasi yang terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan kondisi ini sangat memperihatinkan.

Apa itu ABRASI?

ABRASI adalah proses dimana terjadi pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai. Kerusakan garis pantai tersebut dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah dipantai tersebut. Abrasi ini dapat terjadi kerena beberapa faktor antara lain, faktor alam, faktor manusia.


·         Beberapa faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi antara lain, angin yang bertiup di atas lautan sehingga menimbulkan gelombang serta arus laut yang  mempunyai kekuatan untuk mengikis sutau daerah pantai. Akibat dari abrasi ini akan menyebabkan pantai menggetarkan batuan ataupun tanah dipinggir pantai sehingga lama-kelamaan akan berpisah dengan daratan dan akan mengalami abrasi pantai. Proses terjadi Abrasi yaitu pada saat angin yang bergerak dilaut menimbulkan arus serta gelombang mengarah ke pantai, sehingga apabila proses ini berlangsung lama akan mengikis pinggir pantai. Kekuatan gelombang terbesar dapat terjadi pada waktu terjadi badai dan badai inilah yang mempercepat terjadi proses pantai.

·         Faktor manusia, manusia juga ikut andil dalam hal ini, seperti pemanasan global atau mencairnya es di kutub sangat mempercepat terjadinya abrasi pantai. Selain itu, ulah nakal penambangan pasir pantai juga termasuk serta perusakan tumbuhan bakau di daerah pesisir.

Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini. Abrasi pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil di perairan Indonesia.
Berikut ini beberapa masalah yang ditimbulkan akibat abrasi pantai di beberapa wilayah Indonesia:

1.       Abrasi di Bali dari 437,70 kilometer garis pantai pulau Bali, sebanyak 88,3 kilometer mengalami abrasi. berdasarkan hasil pemantauan satelit pada 2009, pada awalnya panjang garis pantai di Bali yang mengalami abrasi mencapai 181,7 kilometer, tetapi hingga saat ini 93,35 kilometer telah berhasil ditanggulangi dengan membangun tanggul pemecah gelombang. abrasi yang terjadi di pantai-pantai di Bali selama ini terjadi karena faktor alam dan pembangunan di sepanjang sepadan pantai. Terjadi banyak pelanggaran pembangunan di wilayah pantai, yang melanggar sepadan pantai, sehingga untuk menangani itu harus ditegakkan, pertama tata ruangnya harus dibangun, di mana boleh dibangun, di mana kawasan lindung, dimana kawasan suci. Dengan adanya rencana tata ruang wilayah pesisir maka dapat dibuat zonasi sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, sehingga pembangunan di wilayah pesisir tidak lagi rancu. Sumber : http://www.voaindonesia.com/content/garis-pantai-bali-alami-abrasi/1826370.html

2.       Pengikisan pantai Merauke, Papua, mencapai 2 Kilometer dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Hal ini terjadi diduga karena penambangan pasir secara liar di wilayah tersebut sehingga mempercepat proses abrasi. Pemerintah telah memprioritaskan pembangunan kawasan pantai, tanggul, dan penanaman bakau. Pemerintah juga berusaha untuk menghentikan kegiatan penambangan pasir karena jika abrasi terus terjadi maka warga Kota Merauke akan terancam. Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2011/04/13/173327123/Merauke-Terancam-Tenggelam-Akibat-Abrasi

3.       Penambangan pasir besi di sepanjang pantai Jepara tepatnya di Desa Bandungharjo, Banyumanis, dan Ujungwatu, Kecamatan Donorejo, merupakan kegiatan antropogenik yang menjadi faktor paling dominan dalam perubahan garis pantai. Faktor antropogenik merupakan proses geomorfologi akibat aktivitas manusia seperti pertambangan pasir besidinilai mengganggu stabilitas lingkungan pantai, khususnya gangguan terhadap lingkungan sekitar pantai. Misalnya reklamasi, pembabatan hutan bakau untuk tambak termasuk pertambangan. Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/04/04/206567766/Tambang-Pasir-Besi-Percepat-Abrasi-Pantai-Jepara

4.       Wilayah Desa Legon Kulon dan Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang terletak di bibir Pantai Utara (Pantura) Laut Jawa, saat ini sebagian sudah berubah menjadi lautan akibat abrasi pantai. Sedikitnya 634 rumah milik warga sudah tak bisa lagi menghindar dari banjir rob yang terjadi setiap saat dan seluas 242 hektare tambak milik rakyat dan 402 hektare tambak milik Perhutani juga sudah tak bisa ditanami ikan lagi. Adapun fasilitas lainnya yang sudah hampir lenyap, yakni empat unit posyandu, sembilan ruang belajar sekolah dasar, satu bangunan puskesmas pembantu, dan tujuh buah musala. Penanggulangan gerusan ombak dan banjir rob di kedua desa itu sudah tak bisa lagi dilakukan dengan cara vegetatif, seperti dengan menanam pohon mangrove. Tapi harus dengan upaya teknik sipil yang dipastikan akan menyedot biaya yang sangat besar. Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2011/12/19/058372518/Dua-Desa-di-Pantura-Subang-Berubah-Jadi-Lautan


5.       Keberadaan Pulau Tikus yang masuk wilayah Kota Bengkulu semakin hari keberadaannya semakin memprihatinkan karena terus terkikis oleh abrasi. Dari luas awal 2 hektare, saat ini pulau itu hanya tersisa 0,8 hektare. Padahal keberadaan pulau kecil ini sangat vital dalam transportasi laut. Mercusuar yang terletak di Pulau Tikus sangat penting untuk memandu lalu lintas kapal-kapal yang melintasi pulau tersebut. Berdasarkan catatan, ketika lampu  mercusuar itu mati karena tersambar petir, hanya dalam waktu semalam beberapa kapal kandas. Selain berfungsi sebagai petunjuk navigasi laut, pulau ini berperan penting sebagai penahan gelombang tsunami. Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/05/27/058483522/Tragis-Pulau-Tikus-di-Bengkulu-Terancam-Hilang


Upaya Pemerintah

Melihat kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut, pemerintah membuat prioritas-prioritas pantai dalam upayanya untuk mengatasi abrasi pantai. Hal ini disebabkan salah satunya karena minimnya dana yang dianggarkan. Untuk menyiasati minimnya dana, pemerintah menerapkan strategi, yaitu menggunakan batu dan pasir yang mudah diperoleh di daerah setempat. Daerah prioritas itu dibagi menjadi lima kriteria yakni:

1.       Pertama, daerah yang abrasi pantainya mengancam jiwa manusia dan prasarana umum, seperti jalan raya dan bangunan bernilai sosial budaya tinggi.

2.       Kedua, pesisir yang menjadi pengaman banjir di kawasan pantai akibat curah hujan tinggi. Contoh untuk dua kategori ini adalah pembangunan tembok laut di Pantai Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dan Pantai Punggur, Bengkulu.

3.       Ketiga, pantai yang berperan dalam stabilitas muara sungai dan saluran drainase yang langsung ke laut untuk mendukung lalu lintas pelayaran dan pengendalian banjir. Misalnya, Pantai Glagah di Yogyakarta.

4.       Keempat, pantai yang merupakan perbatasan dengan negara lain untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, misalnya Pulau Nipah dan Pulau Miangas.

5.       Kelima, pantai yang perlu direvitalisasi, seperti Pantai Losari dan Pantai Sanur.

Cara menanggulangi abrasi pantai

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi (paling tidak menghambat) masalah abrasi pantai ini, yaitu:

1.       Pemantauan secara bertahap untuk mengetahui wilayah mana yang mengalami abrasi terparah. Contohnya dengan menggunakan pemantauan citra satelit.
2.       Pemerintah harus segera secara bertahap melakukan pembangunan alat pemecah ombak, revetment, dan pembentukan tembok laut (groin).

3.       Hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena dampak abrasi tersebut.

Penanganan abrasi pantai memang sulit. Solusi di atas memiliki resiko dan kekurangan masing-masing. Pemasangan alat pemecah ombak tentunya memerlukan biaya yang sangat besar. Sedangkan penanaman vegetasi mangrove pun tidak dapat dilakukan disemua jenis pantai karena mangrove hanya tumbuh di daerah yang dialiri air payau. Tetapi meskipun sangat sulit, tetapi usaha untuk mangatasi abrasi ini harus terus dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas daratan di Indonesia banyak yang akan berkurang. Bahkan beberapa pulau terancam hilang.

Rizki Iman Sari (12/333727/TK/40070)
TGD 2012

Catatan :
Artikel ini masih dalam proses pembelajaran, jika ada kesalahan mohon untuk meninggalkan komentar dan koreksi.

Daftar Pustaka: